BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa pengantar
bahasa Indonesia. Bagi siswa SD, SMP, dan SMA bahasa Indonesia selain
dipelajari secara teoritis dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
juga sebagai alat komunikasi sebagai penerapannya. Dengan demikian, sekolah
sebagai lingkungan pendidikan diharapkan menjadi tempat pembinaan dan
pemeliharaan bahasa Indonesia.
Siswa-siswa sekolah di Indonesia umumnya dwibahasawan. Bahasa
pertama (B1) mereka adalah bahasa ibu yaitu bahasa daerah dan bahasa kedua (B2)
adalah bahasa Indonesia. Akibat pemakaian dua bahasa dalam praktik sehari-hari
inilah maka muncul interferensi dalam
bahasa yang mereka pakai. Wujud
interferensi itu adalah adanya pengaruh sistem B1 di dalam penggunaan B2 atau
sebaliknya adanya pengaruh sistem B2 di
dalam penggunaan B1 (Bloomfield dalam Tarigan:1990).
Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap
tataran bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Keadaan ini berakibat
bagi guru, yaitu adanya kesulitan dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai B2.
Sedangkan bagi siswa adalah ia akan merasa sulit menerima dan memahami mata
pelajaran lain karena ia tidak terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik. Oleh karena itu, terasa
perlu adanya penelitian terhadap pemakaian bahasa Indonesia siswa di sekolah.
Adanya kesalahan pemakaian bahasa yang diuraikan di atas terjumpai
di SMA Negeri Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Siswa-siswa SMA Negeri Pronojiwo
berbahasa ibu (B1) bahasa Jawa sehingga bahasa Indonesia menjadi B2 mereka.
Sebagai pembelajar B2, siswa SMA Negeri Pronojiwo banyak melakukan kesalahan
berbahasa. Sangatlah menarik bagi peneliti untuk lebih mengenali kesalahan
berbahasa itu, apa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan berbahasa dan
bagaimana solusi permasalahannya menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap masalah yang muncul
saat peneliti mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XII IPA tahun
ajaran 2008/2009, yaitu peneliti menemukan banyaknya kesalahan bahasa tulis
dalam karangan siswa. Melihat hal ini peneliti ingin mendeskripsikan
kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis yang dilakukan oleh siswa
kelas XII IPA. Dengan metode analisis kesalahan pemakaian bahasa diharapkan
dapat ditemukan penyebab terjadinya kesalahan itu sehingga dapat ditemukan
solusi untuk mengatasi terjadinya kesalahan-kesalahan itu. Akhirnya, penelitian
ini dilakukan dengan judul “Penerapan Metode Analisis Kesalahan Berbahasa untuk
Mengetahui Kesalahan Berbahasa Indonesia Tulis pada Siswa Kelas XII IPA SMA
Negeri Pronojiwo Tahun Ajaran 2008/2009”.
1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Masalah analisis kesalahan pemakaian bahasa siswa dalam penelitian
ini mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu seluruh pemakaian bahasa Indonesia
secara lisan dan tulis dari berbagai tataran gramatikalnya. Tetapi, dari
seluruh pemakaian bahasa itu penelitian ini hanya akan difokuskan pada analisis
kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis siswa, yaitu (1) bentuk kesalahan
ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan (3) bentuk kesalahan paragraf.
1.3 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ini.
(1)
Bagaimanakah bentuk kesalahan
ejaan dalam karangan siswa?
(2)
Bagaimanakah bentuk kesalahan
kalimat dalam karangan siswa?
(3)
Bagaimanakah bentuk kesalahan
paragraf dalam karangan siswa?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan kesalahan pemakaian bahasa dalam karangan siswa
yang meliputi: (1) bentuk kesalahan ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan
(3) bentuk kesalahan paragraf.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara teoritis akan memberikan data empirik
kesalahan berbahasa Indonesia
tulis siswa sehingga guru menjadi memahami kesulitan siswa dalam belajar bahasa
Indonesia .
Dengan demikian, guru pun
dapat mencari solusi kesulitan belajar
siswa. Secara praktis, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar
bagi pengembangan metode dan strategi dalam kegiatan belajar mengajar guru
dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga hasil pembelajaran
bisa lebih maksimal lagi.
1.6 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman konsep, perlu diberikan definisi operasional pada
istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah yang
dimaksud adalah sebagai berikut ini.
(1)
Analisis Kesalahan Berbahasa
adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan guru untuk
menganalisis kesalahan bahasa yang mencakup pengumpulan sampel bahasa,
pengenalan kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasian berdasarkan sebab-sebab,
dan pengevaluasian keseriusannya.
(2)
Kesalahan berbahasa adalah
penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa yang sistematis dan konsisten yang
disebabkan adanya pengaruh B1 terhadap sistem B2 yang terjadi pada diri siswa.
(3) Pemakaian bahasa Indonesia adalah
pemakaian bahasa Indonesia tulis pada karangan siswa.
(4) Interferensi adalah penerapan penggunaan
dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan kekacauan bahasa.
(5) Dwibahasawan adalah penguasaan dua bahasa
secara sempurna pada seseorang.
(6) Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam
menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan interelasi antara
lambang-lambang itu (pemisahan, penggabungannya) dalam suatu bahasa.
(7)
Kalimat efektif adalah kalimat
yang mampu mewakili secara tepat isi pikiran penulis atau pengarang dan mampu
menimbulkan kembali gagasan atau isi pikiran pembaca yang sama dengan isi
pikiran pengarang.
(8)
Kohesi dan koherensi adalah
penataan pikiran dalam wujud kata dan kalimat yang tepat dan baik sehingga
terjadi kepaduan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dan penyajiannya
dilakukan secara bersistem dan bernalar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kedwibahasaan dan Interferensi
Saat berkomunikasi antarsuku masyarakat Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia tetapi bila berkomunikasi di dalam lingkungan
keluarga atau suku, mereka menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Jawa,
Madura, Sunda, Bali , dan sebagainya. Ini
berarti masyarakat Indonesia menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi
atau dwibahasawan. Disebabkan pemakaian dua bahasa inilah muncul adanya
kedwibahasaan dan interferensi. Menurut Bloomfield (dalam Tarigan, 1990),
kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna. Interferensi adalah
penerapan penggunaan dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan
kekacauan bahasa. Dengan demikian, interferensi merupakan akibat negatif dari
dwibahasawan.
2.2 Kesalahan Berbahasa
Di dalam teori kesalahan berbahasa
baik penutur asli maupun orang yang sedang belajar B2 dapat membuat kesalahan
berbahasa. Tetapi, kedua kesalahan yang dilakukan dua penutur itu tidak sama
sifat dan penyebabnya. Corder (dalam Tarigan, 1990) membedakan kesalahan
berbahasa yang dibuat oleh penutur asli dan orang yang sedang belajar bahasa.
Menurutnya ada tiga macam kesalahan
berbahasa yang dibuat oleh penutur asli, yaitu (1) lapse adalah kesalahan yang timbul karena pembicara berganti cara
saat mengatakan sesuatu sebelum kalimat selesai diucapkan selengkapnya.
Kesalahan ini terjadi karena tidak disengaja (slip of tongue atau slip of
the pen); (2) error (kesalahan),
kesalahan yang timbul karena pembicara melanggar aturan tatabahasa. Pelanggaran
ini disebabkan pembicara kemungkinan memiliki aturan tatabahasa yang berbeda
dari yang lain; dan (3) mistake
(kekeliruan), kesalahan yang terjadi karena pembicara tidak tepat memilih kata
atau ungkapan untuk situasi tertentu. Seorang penutur asli membuat kesalahan
berbahasa karena ia berpendapat bahwa aturan tatabahasanya sudah benar. Tetapi,
seorang pembelajar B2 membuat kesalahan karena pengetahuannya tentang bahasa
itu belum sempurna.
2.3 Analisis Kesalahan Berbahasa
Menurut Ellis (dalam Tarigan,
1990:190), Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan
oleh para peneliti atau guru dalam menganalisis pemakaian bahasa pembelajar B2.
Berkaitan dengan pendapat Ellis tersebut Tarigan (1990:71) menjelaskan,
Analisis Kesalahan Berbahasa merupakan proses yang memiliki prosedur sebagai pedoman
kerja. Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
(1)
mengumpulkan data: berupa
kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa, misalnya karangan, kertas ujian,
ujaran, dan sebagainya;
(2)
mengidentifikasi dan
mengklasifikasi kesalahan: mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan
kategori kebahasaan misalnya: kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata,
penggabungan kata, penyusunan kalimat;
(3)
memperingkat kesalahan:
mengurutkan kesalahan berdasar frekuensi atau keseringannya;
(4)
menjelaskan kesalahan: menggambarkan
letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar;
(5)
memprakirakan atau memprediksi
daerah atau butir kesalahan yang rawan: meramalkan tataran bahasa yang
dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan.
(6)
Mengoreksi kesalahan:
memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan
yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang tepat pula.
2.4 Kaidah Ejaan
Bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
kemauan yang murni manusiawi dan tidak distingtif,
dengan pertolongan sistem lambang-lambang bunyi yang diciptakan dengan sengaja
(Edwar Sapir dalam Marsoedi, tanpa tahun:16). Dalam pengertian sehari-hari
bahasa yang dimaksud adalah bahasa lisan sedangkan bahasa tulis merupakan
pencerminan kembali dari bahasa lisan tersebut dalam bentuk simbol-simbol
(Keraf, 1984:12). Tatacara menulis bahasa lisan dalam bahasa Indonesia dalam
huruf Latin di sebut dengan ejaan (Depdikbud, 1988:15). Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan ialah
tatacara penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Pemerintah
Republik Indonesia pada tahun 1972 mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) sebagai pedoman resmi ejaan bahasa
Indonesia.
2.5 Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang
dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau gagasan pengarang dan mampu
menimbulkan kembali gagasan atau pikiran itu dalam pikiran pembaca dengan tepat
pula. Dalam menyusun kalimat efektif seorang penulis harus memperhatikan
beberapa hal, yaitu kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan kompak,
penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika (Keraf, 1984:35-37).
2.6 Keutuhan Paragraf dalam Wacana
Menurut Tarigan (1987:27), wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap, tertinggi atau terbesar di atas kalimat
atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, berkesinambungan yang
memiliki awal dan akhir yang nyata disampaikan secara tertulis. Lebih lanjut
dijelaskan (Tarigan, 1987: 97-110), kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi)
merupakan unsur hakiki wacana, unsur yang menentukan keutuhan wacana.
Keutuhan sebuah wacana akan terlihat
dari paragraf-paragraf penyusunnya. Dengan
mengetahui hubungan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf akan
menunjukkan utuh atau tidaknya sebuah wacana. Paragraf yang kohesi dan koheren akan menjadikan
sebuah wacana utuh.
2.6.1 Kohesi
Kohesi adalah hubungan antarkalimat di
dalam sebuah paragraf, baik dalam strata gramatikal maupun leksikal. Sarana
kohesi gramatikal adalah: pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Sarana
kohesi leksikal adalah: repetisi, sinonim, antonim, hiponim, kolokasi,
ekuivalensi.
2.6.2 Koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan,
fakta, dan ide menjadi urutan logis sehingga mudah memahami pesan yang
dikandungnya. Keutuhan paragraf dalam wacana dari aspek semantik dapat
menggunakan sarana: (1) hubungan sebab-akibat, (2) hubungan alasan-sebab, (3)
hubungan sarana-hasil, (4) hubungan sarana tujuan, (5) hubungan sarana-latar,
(6) hubungan hasil-kegagalan, (7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan
perbandingan, (9) hubungan parafrastis, (10) hubungan aplikatif, (11) hubungan
aditif temporal, (12) hubungan nontemporal, (13) hubungan identitas, (14)
hubungan generik-spesifik, dan (15) hubungan ibarat. Ditambahkan pula dalam
sarana itu kelogisan turut juga menentukan utuh tidaknya suatu paragraf.
Kelogisan bentuk dan kelogisan makna yang runtut pada suatu paragraf akan
membuat wacana utuh. Kelogisan makna menuntut kecermatan dalam pemakaian
bahasa.