Entri Populer

Sabtu, 27 Desember 2014

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS XII SMA NEGERI PRONOJIWO TAHUN 2008/2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Bagi siswa SD, SMP, dan SMA bahasa Indonesia selain dipelajari secara teoritis dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga sebagai alat komunikasi sebagai penerapannya. Dengan demikian, sekolah sebagai lingkungan pendidikan diharapkan menjadi tempat pembinaan dan pemeliharaan bahasa Indonesia.
Siswa-siswa sekolah di Indonesia umumnya dwibahasawan. Bahasa pertama (B1) mereka adalah bahasa ibu yaitu bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) adalah bahasa Indonesia. Akibat pemakaian dua bahasa dalam praktik sehari-hari inilah maka muncul interferensi dalam  bahasa yang  mereka pakai. Wujud interferensi itu adalah adanya pengaruh sistem B1 di dalam penggunaan B2 atau sebaliknya adanya pengaruh sistem  B2 di dalam penggunaan B1 (Bloomfield dalam Tarigan:1990).
Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap tataran bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Keadaan ini berakibat bagi guru, yaitu adanya kesulitan dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai B2. Sedangkan bagi siswa adalah ia akan merasa sulit menerima dan memahami mata pelajaran lain karena ia tidak terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, terasa perlu adanya penelitian terhadap pemakaian bahasa Indonesia siswa di sekolah.
Adanya kesalahan pemakaian bahasa yang diuraikan di atas terjumpai di SMA Negeri Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Siswa-siswa SMA Negeri Pronojiwo berbahasa ibu (B1) bahasa Jawa sehingga bahasa Indonesia menjadi B2 mereka. Sebagai pembelajar B2, siswa SMA Negeri Pronojiwo banyak melakukan kesalahan berbahasa. Sangatlah menarik bagi peneliti untuk lebih mengenali kesalahan berbahasa itu, apa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan berbahasa dan bagaimana solusi permasalahannya menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap masalah yang muncul saat peneliti mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XII IPA tahun ajaran 2008/2009, yaitu peneliti menemukan banyaknya kesalahan bahasa tulis dalam karangan siswa. Melihat hal ini peneliti ingin mendeskripsikan kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis yang dilakukan oleh siswa kelas XII IPA. Dengan metode analisis kesalahan pemakaian bahasa diharapkan dapat ditemukan penyebab terjadinya kesalahan itu sehingga dapat ditemukan solusi untuk mengatasi terjadinya kesalahan-kesalahan itu. Akhirnya, penelitian ini dilakukan dengan judul “Penerapan Metode Analisis Kesalahan Berbahasa untuk Mengetahui Kesalahan Berbahasa Indonesia Tulis pada Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri Pronojiwo Tahun Ajaran 2008/2009”.

1.2 Ruang Lingkup Penelitian
            Masalah analisis kesalahan pemakaian bahasa siswa dalam penelitian ini mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu seluruh pemakaian bahasa Indonesia secara lisan dan tulis dari berbagai tataran gramatikalnya. Tetapi, dari seluruh pemakaian bahasa itu penelitian ini hanya akan difokuskan pada analisis kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis siswa, yaitu (1) bentuk kesalahan ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan (3) bentuk kesalahan paragraf.

1.3 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ini.
(1)   Bagaimanakah bentuk kesalahan ejaan dalam karangan siswa?
(2)   Bagaimanakah bentuk kesalahan kalimat dalam karangan siswa?
(3)   Bagaimanakah bentuk kesalahan paragraf dalam karangan siswa?

1.4 Tujuan Penelitian
            Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan pemakaian bahasa dalam karangan siswa yang meliputi: (1) bentuk kesalahan ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan (3) bentuk kesalahan paragraf.

1.5 Manfaat Penelitian
            Hasil penelitian ini secara teoritis akan memberikan data empirik kesalahan berbahasa Indonesia tulis siswa sehingga guru menjadi memahami kesulitan siswa dalam belajar bahasa Indonesia. Dengan demikian, guru pun dapat mencari solusi  kesulitan belajar siswa. Secara praktis, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pengembangan metode dan strategi dalam kegiatan belajar mengajar guru dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga hasil pembelajaran bisa lebih maksimal lagi.
1.6 Definisi Operasional
            Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman konsep, perlu diberikan definisi operasional pada istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut ini.
(1)   Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan guru untuk menganalisis kesalahan bahasa yang mencakup pengumpulan sampel bahasa, pengenalan kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasian berdasarkan sebab-sebab, dan pengevaluasian keseriusannya.
(2)   Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa yang sistematis dan konsisten yang disebabkan adanya pengaruh B1 terhadap sistem B2 yang terjadi pada diri siswa.
(3)   Pemakaian bahasa Indonesia adalah pemakaian bahasa Indonesia tulis pada karangan siswa.
(4)   Interferensi adalah penerapan penggunaan dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan kekacauan bahasa.
(5)   Dwibahasawan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna pada seseorang.
(6)   Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan interelasi antara lambang-lambang itu (pemisahan, penggabungannya) dalam suatu bahasa.
(7)   Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mewakili secara tepat isi pikiran penulis atau pengarang dan mampu menimbulkan kembali gagasan atau isi pikiran pembaca yang sama dengan isi pikiran pengarang.
(8)   Kohesi dan koherensi adalah penataan pikiran dalam wujud kata dan kalimat yang tepat dan baik sehingga terjadi kepaduan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dan penyajiannya dilakukan secara bersistem dan bernalar.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kedwibahasaan dan Interferensi
            Saat berkomunikasi antarsuku masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia tetapi bila berkomunikasi di dalam lingkungan keluarga atau suku, mereka menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan sebagainya. Ini berarti masyarakat Indonesia menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi atau dwibahasawan. Disebabkan pemakaian dua bahasa inilah muncul adanya kedwibahasaan dan interferensi. Menurut Bloomfield (dalam Tarigan, 1990), kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna. Interferensi adalah penerapan penggunaan dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan kekacauan bahasa. Dengan demikian, interferensi merupakan akibat negatif dari dwibahasawan.

2.2 Kesalahan Berbahasa
            Di dalam teori kesalahan berbahasa baik penutur asli maupun orang yang sedang belajar B2 dapat membuat kesalahan berbahasa. Tetapi, kedua kesalahan yang dilakukan dua penutur itu tidak sama sifat dan penyebabnya. Corder (dalam Tarigan, 1990) membedakan kesalahan berbahasa yang dibuat oleh penutur asli dan orang yang sedang belajar bahasa. Menurutnya ada  tiga macam kesalahan berbahasa yang dibuat oleh penutur asli, yaitu (1) lapse adalah kesalahan yang timbul karena pembicara berganti cara saat mengatakan sesuatu sebelum kalimat selesai diucapkan selengkapnya. Kesalahan ini terjadi karena tidak disengaja (slip of tongue atau slip of the pen); (2) error (kesalahan), kesalahan yang timbul karena pembicara melanggar aturan tatabahasa. Pelanggaran ini disebabkan pembicara kemungkinan memiliki aturan tatabahasa yang berbeda dari yang lain; dan (3) mistake (kekeliruan), kesalahan yang terjadi karena pembicara tidak tepat memilih kata atau ungkapan untuk situasi tertentu. Seorang penutur asli membuat kesalahan berbahasa karena ia berpendapat bahwa aturan tatabahasanya sudah benar. Tetapi, seorang pembelajar B2 membuat kesalahan karena pengetahuannya tentang bahasa itu belum sempurna.
           
2.3 Analisis Kesalahan Berbahasa
            Menurut Ellis (dalam Tarigan, 1990:190), Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti atau guru dalam menganalisis pemakaian bahasa pembelajar B2. Berkaitan dengan pendapat Ellis tersebut Tarigan (1990:71) menjelaskan, Analisis Kesalahan Berbahasa merupakan proses yang memiliki prosedur sebagai pedoman kerja. Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
(1)   mengumpulkan data: berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa, misalnya karangan, kertas ujian, ujaran, dan sebagainya;
(2)   mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan: mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan misalnya: kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata, penyusunan kalimat;
(3)   memperingkat kesalahan: mengurutkan kesalahan berdasar frekuensi atau keseringannya;
(4)   menjelaskan kesalahan: menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar;
(5)   memprakirakan atau memprediksi daerah atau butir kesalahan yang rawan: meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan.
(6)   Mengoreksi kesalahan: memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang tepat pula.

2.4 Kaidah Ejaan
            Bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusiawi dan tidak distingtif, dengan pertolongan sistem lambang-lambang bunyi yang diciptakan dengan sengaja (Edwar Sapir dalam Marsoedi, tanpa tahun:16). Dalam pengertian sehari-hari bahasa yang dimaksud adalah bahasa lisan sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan tersebut dalam bentuk simbol-simbol (Keraf, 1984:12). Tatacara menulis bahasa lisan dalam bahasa Indonesia dalam huruf Latin di sebut dengan ejaan (Depdikbud, 1988:15). Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan ialah tatacara penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1972 mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) sebagai pedoman resmi ejaan bahasa Indonesia.


2.5 Kalimat Efektif
            Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau gagasan pengarang dan mampu menimbulkan kembali gagasan atau pikiran itu dalam pikiran pembaca dengan tepat pula. Dalam menyusun kalimat efektif seorang penulis harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika (Keraf, 1984:35-37).

2.6 Keutuhan Paragraf dalam Wacana
            Menurut Tarigan (1987:27), wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, berkesinambungan yang memiliki awal dan akhir yang nyata disampaikan secara tertulis. Lebih lanjut dijelaskan (Tarigan, 1987: 97-110), kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi) merupakan unsur hakiki wacana, unsur yang menentukan keutuhan wacana.
            Keutuhan sebuah wacana akan terlihat dari paragraf-paragraf penyusunnya. Dengan  mengetahui hubungan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf akan menunjukkan utuh atau tidaknya sebuah wacana. Paragraf yang kohesi dan koheren akan menjadikan sebuah wacana utuh.

2.6.1 Kohesi
            Kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah paragraf, baik dalam strata gramatikal maupun leksikal. Sarana kohesi gramatikal adalah: pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Sarana kohesi leksikal adalah: repetisi, sinonim, antonim, hiponim, kolokasi, ekuivalensi.

2.6.2 Koherensi
            Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi urutan logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Keutuhan paragraf dalam wacana dari aspek semantik dapat menggunakan sarana: (1) hubungan sebab-akibat, (2) hubungan alasan-sebab, (3) hubungan sarana-hasil, (4) hubungan sarana tujuan, (5) hubungan sarana-latar, (6) hubungan hasil-kegagalan, (7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan perbandingan, (9) hubungan parafrastis, (10) hubungan aplikatif, (11) hubungan aditif temporal, (12) hubungan nontemporal, (13) hubungan identitas, (14) hubungan generik-spesifik, dan (15) hubungan ibarat. Ditambahkan pula dalam sarana itu kelogisan turut juga menentukan utuh tidaknya suatu paragraf. Kelogisan bentuk dan kelogisan makna yang runtut pada suatu paragraf akan membuat wacana utuh. Kelogisan makna menuntut kecermatan dalam pemakaian bahasa.