Entri Populer

Rabu, 27 Oktober 2021

Interjeksi sebagai ‘Mercusuar’ pada Ragam Bahasa Percakapan di Ruang Publik (Interjection as “The Lighthouse” in A Conversational Language Type in Society)

 



Elfi Mariatul Mahmuda


SMA Negeri 3 Lumajang

Jalan Panjaitan 79 Lumajang, Jawa Timur

Pos-el: ningelfi@gmail.com


Abstrak

 

Interjeksi pada percakapan di ruang publik menjadi bagian yang sangat penting karena mengekspresikan secara spontan emosi atau perasaan penutur. Dengan interjeksi mitratutur bisa menduga perasaan penutur dalam keadaan senang, sedih, kecewa, marah, heran, tidak puas dan sebagainya. Melihat peran penting interjeksi dalam komunikasi verbal maka interjeksi menjadi sangat penting untuk dikaji. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pola interjeksi yang digunakan penutur ketika di ruang publik, berfokus pada bentuk, fungsi, dan dampak interjeksi. Penelitian bersifat kualitatif. Metode yang digunakan  analisis wacana (AW), analisis penggunaan bahasa dalam komunikasi  untuk memahami maksud di baliknya. Ada tiga langkah analisis: deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi. Data berasal dari percakapan tokoh cerpen berjudul ‘Siti’. Data diperoleh menggunakan teknik observasi langsung, dianalisis dengan ‘model’ alir Miles dan Huberman. Dalam penelitian ditemukan 13 interjeksi yang dideskripsikan dan dikaitkan dengan variabel penelitian. Analisis membuktikan adanya tiga bentuk interjeksi: kata seruan, tiruan bunyi, dan kalimat lengkap. Penutur menggunakan satu bentuk interjeksi untuk mengekspresikan beberapa perasaannya atau beberapa bentuk interjeksi untuk mengekspresikan satu perasaan. Penggunaan interjeksi akan dipengaruhi oleh konteks kewacanaan dan konteks sosial sehingga pemakaian interjeksi merupakan suatu gejala sosial. Temuan lain, dampak penggunaan interjeksi bagi mitratutur adalah adanya satu respon bersifat verbal atau nonverbal sesuai dengan tujuan ujaran penutur. Pada fungsi interjeksi, ditemukan dua fungsi, yaitu fungsi interjeksi sebagai ungkapan perasaan bersifat personal dan fungsi interjeksi dalam percakapan. Fungsi interjeksi sebagai ungkapan perasaan personal adalah fungsi interjeksi yang mengungkapkan perasaan atau emosi penutur pada saat berkomunikasi dan bersifat spontan. Fungsi interjeksi dalam struktur pertukaran informasi adalah penggunaan interjeksi dalam sebuah percakapan yang menandai bagian-bagian struktur sebuah percakapan atau pertukaran informasi. Interjeksi berfungsi sebagai prakarsa, jawaban, atau umpan balik. Fungsi interjeksi di sini memperlancar pola alih tutur, sehingga penutur memahami pergantian peran sebagai pembicara atau pendengar. Dengan demikian penggunaan interjeksi mendukung kekoherensian percakapan,  sehingga komunikasi menjadi lancar.

Kata kunci:  Fungsi Interjeksi; Analisis Wacana; Konteks  Wacana; Konteks Sosial

 

 

Abstract

 

Interjection in society conversations becomes an important aspect in expressing spontaneous emotion and feeling of communicators. Using interjection, communicants can infer communicators’feeling whether they feel happy, sad, disappointed, angry, amazed, unsatisfied, etc. Due to the importance of interjection in verbal communication, it is considered that interjection is important to be studied. The aim of this study was to describe interjection patterns used by communicators in society communication, focusing on its forms, functions, and impacts. This present study used qualitative approach. The method used in this study was discourse analysis (DA), an analysis of language use in communication which is used to understand its meaning. Three stages were implemented in this study: description, interpretation, and explanation. The data was taken from the conversation in a novel entitled ‘Siti’. The data was obtained by using direct observation technique, then it was analyzed using Miles and Huberman cycle model. This study found 13 interjections which were described and linked to the research variables. The analysis proved that three interjection forms were used: imperative, sound like, and complete sentence. A communicant uses one form of interjection to express several feelings or she/he uses some interjection forms to express a certain feeling.  The use of interjection is affected by discourse context and social context, therefore interjection is considered as a social phenomenon. Another finding showed that the impact of interjectionuse for communicants is the presence of a verbal of nonverbal response which is appropriate with the purpose of communicator’s speech. Related to the function of interjection, two functions of interjection were found, for expressing personal feeling and for conversational purpose. The function of interjection as personal feeling expression is used to express communicators’ feeling or emotion in spontaneous conversation. Meanwhile, the function of interjection in information exchange structure is to sign some parts of conversation. Interjection has functions as initiation, answer, or feedback. The function of interjection in this context is used to smoothen a conversation in which it helps communicators to understand the role switch as communicator or communicant. In conclusion, the use of interjection can enhance conversation coherence in order to make it fluent.

Keywords: Society; Interjection Function; Discourse Analysis; Discourse Context; and Social Context

 

 


 

 


CERITA ELANG

 


 

Aku pengembara

Aku melintasi hutan dan gunung

Aku buas karena alamnya

Aku puas karena tarungnya

Aku kalah karena manusianya.

Selasa, 15 Oktober 2019

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA MANDARIN PADA KELUARGA KETURUNAN WNI CINA DI KABUPATEN LUMAJANG


oleh
Elfi Mariatul Mahmuda
SMA Negeri 3 Lumajang

1. Pendahuluan
Pergeseran dan pemertahanan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode yang bersifat dinamis. Karena kode-kode itu tidak pernah lepas antara yang satu dengan yang lainnya maka bahasa bisa berubah. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Sedangkan pemertahanan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya (Chaer:1995).
Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi, percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah tempat asal mereka.
Tidak berbeda dengan bangsa lainnya, penggolongan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kebangsaan etnis (suku), kebanggaan keturunan, dan ciri-ciri khas kebahasaan yang dimiliki masih juga tampak dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia. Salah satu golongan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina.
Warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina adalah orang-orang keturunan pendatang atau kelompok pendatang (imigran) dari Cina. Untuk berkomunikasi mereka menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, yaitu meninggalkan bahasa mereka sendiri lalu berganti menggunakan bahasa penduduk setempat. Lambat laun terjadilah pergeseran bahasa mereka. Selain itu, dengan munculnya kebijaksanaan pemerintah, yaitu program asimilasi terhadap seluruh penduduk WNI keturunan Cina dan penduduk Indonesia WNA semakin cepatlah proses pergeseran bahasa itu dan memunculkan sikap pemertahanan bahasa di antara kelompok-kelompok masyarakat itu.
Kajian terhadap pergeseran dan pemertahanan bahasa secara umum dimaksudkan untuk mendeskripsikan terjadinya, sebab-sebab terjadinya, dan pilihan bahasa di tengan masyarakat. Berikut ini dibahas sedikit masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa Mandarin pada satu keluarga WNI keturunan Cina di Lumajang.

2. Konsep Dasar
2.1 Pergeseran Bahasa
      Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses ini (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa dapat diartikan sebagai pergeseran penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau kelompok penutur akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain atau mobilitas penduduk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa adalah:
a. Faktor ekonomi, sosial, dan politik
            Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik.
b. Faktor demografi
            Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat.
Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Adanya pergeseran bahasa dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

2.2 Pemertahanan Bahasa
            Pemertahanan bahasa adalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa kemudian tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemertahanan bahasa adalah sebagai berikut.
a.      Pola-pola penggunaan bahasa.
Ini berarti semakin banyak domain tempat dipakainya bahasa minoritas maka semakin besar kesempatannya untuk mempertahankan bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kebanyakan akan ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi.
b.      Faktor-faktor demografis.
Jika suatu kelompok itu cukup besar sehingga mampu menyediakan banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya sendiri dari kontak dengan penutur bahasa mayoritas, paling tidak dibeberapa domain maka terdapat kesempatan lebih banyak untuk mempertahankan bahasa. Bila anggota-anggota masyarakat etnis tinggal di lingkungan yang sama, hal ini juga membantu mempertahankan bahasa-bahasa minoritas hidup lebih lama. Frekuensi kontak dengan tanah leluhur juga sangat penting sebagai pemberi kontribusi pemertahanan bahasa.

c. Sikap terhadap bahasa minoritas.
            Jika bahasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh kebangaan sebagai pengenal kelompok minoritas dan mengungkapkan budaya yang berbeda, lebih besar kemungkinan bahasa itu bertahan. Begitu pula akan sangat membantu bila bahasa itu memiliki status di masyarakat.

3. Masyarakat WNI Keturunan Cina
            Masyarakat WNI Cina ditinjau dari kebudayaannya terutama bahasa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok Cina peranakan dan kelompok Cina “totok” (Wolf, dalam Sudja’I, 1978). Perbedaan utama antara orang Cina peranakan dan orang Cina “totok” terletak pada bahasa mereka. Orang Cina peranakan adalah penutur asli bahasa Indonesia karena mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia. Mereka telah meninggalkan bahasa Cina sebagai bahasa ibu mereka, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Sedangkan orang Cina “totok” adalah penutur asli bahasa Cina.
            Di negeri leluhur mereka masyarakat Cina dibedakan atas empat kelas, yaitu: (1) kelas cendekiawan, (2) kelas petani, (3) kelas buruh, dan (4) kelas saudagar. Golongan (kelas) cendekiawan tidak berimigrasi ke luar. Jadi, hanya golongan 2, 3, dan 4 saja yang merantau.
            Dewasa ini orang Cina peranakan dalam berhubungan dengan teman-teman mereka, baik yang berasal dari tanah leluhurnya maupun yang berasal dari orang-orang pribumi, unsur bahasa Indonesianya lebih besar daripada kalau mereka berhubungan dengan orang-orang Cina “totok”. Sebaliknya, jika mereka berhubungan dengan orang-orang Cina ‘totok”, unsur Mandarinnya lebih banyak daripada unsur bahasa Indonesianya.
            Dari uraian di atasa, jelas bahwa dalam masyarakat WNI Cina telah terjadi pergeseran bahasa terutama orang Cina peranakan. Mereka bukan lagi penutur asli bahasa Cina melainkan penutur asli bahasa Indonesia.

4. Pola Bahasa Keluarga Keturunan WNI Cina
            Meiliana adalah perempuan peranakan atau keturunan WNI Cina yang tinggal di Lumajang. Ayahnya seorang Cina ”totok” yang berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang. Saat kecil Meiliana diasuh oleh pembantunya orang Jawa bernama Aripah. Keluarga Meiliana dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa saat berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Begitu juga saat bertutur dalam keluarga, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit campuran bahasa Cina (Mandarin).
            Meiliana menikah dengan pria yang sama-sama keturunan WNI Cina. Saat berkomunikasi dengan suaminya, Meiliana menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Mandarin. Tetapi saat bertutur dengan teman-temannya sesama keturunan WNI Cina, Meiliana banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi bahasa Mandarin.
            Pada  2001 di Lumajang berdiri tempat kursus bahasa Mandarin “Maju Bersama”. Pada awalnya tempat kursus itu dibuka untuk kalangan orang-orang keturunan WNI Cina saja, tetapi kemudian dibuka untuk umum. Di tempat inilah Meiliana meningkatkan kemampuannya berbahasa Mandarin  Suatu hal yang tidak diperolehnya saat orang tuanya hidup. Selain itu ia pun mengikuti organisasi orang-orang keturunan WNI Cina. Dalam satu kesempatan Meiliana  mengikuti tour ke negeri Cina, kesempatan ini dipergunakan untuk menelusuri kota asal leluhurnya.


Jumat, 04 Oktober 2019


The Strategy in Newspaper Text
(A Critical Discourse Analysis of Newspaper Text)

By

Elfi Mariatul Mahmuda, M.Pd
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Lumajang 
Yatno, S.S, M.Pd.,
Doctoral program students Universitas Sebelas Maret Solo



ABSTRAK

Pengaruh koran pada pembaca sangat signifikan di tengah masyarakat karena berita-berita yang dihasilkan menjadi acuan untuk menafsirkan masalah-masalah publik. Strategi mengonstruksi berita pada suatu peristiwa bisa memengaruhi pembaca menjadi bersimpati atau membenci seseorang dalam teks berita. Tetapi, strategi mengonstruksi berita belum banyak dijadikan bahan kajian yang menarik.Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pola strategi penulisan teks berita pada aspek-aspek representasi, relasi, dan identitas. Itu menjadi sarana  wartawan untuk memengaruhi pembaca.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan paradigma kritis. Metode yang dipakai adalah analisis wacana kritis (AWK), sebuah pendekatan kritis pada wacana untuk mencari hubungan antara teks (micro level) dengan konteks sosial masyarakat (macro social level). Data diambil dari lapangan, yaitu pemakaian bahasa Indonesia di koran Jawa Pos, Kompas, dan Surya. Data dijaring menggunakan teknik observasi langsung lalu dianalisis menggunakan ‘model alir’ Miles dan Huberman.
Dalam penelitian ditemukan bentuk-bentuk kebahasaan seperti: kosa kata, tata bahasa,  koherensi lokal, dan rangkaian antarkalimat. Keempat bentuk kebahasaan itu dideskripsikan dan dikaitkan dengan variabel penelitian: representasi. Analisis membuktikan bahwa wartawan menyusun representasi teks berita menggunakan strategi mendayagunakan kosa kata yang memiliki makna khusus untuk menciptakan suasana, bentuk kalimat aktif untuk membentuk proses berita, koherensi lokal untuk memperjelas pengertian isi berita, dan menonjolkan pelaku berita untuk menunjukkan reaksi mendukung atau menentang suatu masalah dalam isi berita. Temuan lain, relasi dibentuk wartawan dengan strategi menampilkan pendapat partisipan publik yang diangkat sebagai ide dominan teks. Sikap wartawan memilih salah satu pendapat partisipan sebagai bentuk dukungan terhadap partisipan. Pada identitas, strategi yang digunakan adalah wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian partisipan publik. Partisipan publik yang ditampilkan berasal dari berbagai golongan dengan latar belakang sosial berbeda. Para partisipan itu beradu argumentasi dalam ruang media. Dengan demikian suatu teks dipengaruhi konteks sosial, misalnya nilai-nilai dan ideologi dalam masyarakat atau institusi, seperti: pemerintah, politik, ekonomi, hukum, agama, dan sebagainya. Strategi-strategi tersebut digunakan untuk menyusun teks berita sehingga muncul fakta dan objektivitas wartawan yang kebenarannya diterima oleh pembaca.
Hasil penelitian ini menunjukkan fenomena pemakaian bahasa yang konkret di tengah masyarakat. Temuan-temuan membuktikan bahwa bahasa teks berita tidak netral tetapi mengandung kepentingan-kepentingan tertentu di dalamnya. Keterbatasan penelitian ini karena meneliti penggunaan pola strategi penulisan bahasa di satu jenis media saja, yaitu koran pada satu jenis teks berita.


Kata kunci: Strategi Teks Berita; Representasi; Relasi; Identitas; Konteks Sosial.



ABSTRACT


The influence of newspapers to readers is significant in society, because printed news have become a reference to interpret public problems. The strategies in constructing newspaper text on real events will influent readers to sympathetic and hatred someone ‘actor’. However, not many researches on the strategy have been conducted. This research is to describe a pattern strategy in constructing newspaper text, and analyze on the aspects of representation, relation, and identity, journalists are make-believe the readers. The qualitative research of critical paradigm uses Critical Discourse Analysis, to find the relationship between texts (micro level) with the context of social community (macros social level). Field notes data are taken from newspapers text of Java Post, Kompass, and Surya. Researcher uses direct observation, data codification system, and the guidance to analyze data. The data collection is analyzed using Flow Analysis Models Miles and Huberman. There are linguistic forms, in finding, such as words vocabulary, grammatical, local coherency, and relationship between sentences. Researcher describes and relates variables with all the four linguistic forms. There is Representation strategy, which journalists manipulate vocabulary specific meaning creating moods in the form of Active Sentence, and highlighting actor(s) reaction in support or against context. Meanwhile, Relation shapes the strategy to present participant at the eyes of public opinions as dominant, the opinions to support the participant by the text. On Identity, public participant in the text come from different social class of background in society. Journalist is identified himself as part of the public participants, and all the participants have self-interest in media room. Thus, a text will be instructed by the context of social rules, for example values and ideology in a community or institution, such like government, politics, economy, law, religion, and so forth. It is the strategy to compose the text, so it appears the true facts and the objectivity of journalists accepted by readers. The result shows not neutral phenomena in using specific language codes in the society, and contains particular self-interest of the journalist and participants. Nevertheless, the research of pattern strategies in constructing text newspapers has its weaknesses and limited to one type of media newspapers on text news.

Keywords: Strategy; Representation; Relationships; Identity; Context Social.


REFERENCE

Brown, Gillian & Yulle. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Eriyanto, 2001. Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis.

---------, 2002. Analisis Framing. Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis.

Foucault, Michel. 2002a. Wacana Kuasa/Pengetahuan. Terjemahan Yudi Santoso, dari Power/Knowledge, Michel Foucault. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

---------, 2002b. Arkeologi Pengetahuan. Terjemahan H.M Mochtar Zoeini, dari The Archeology of Knowledge, Michel Foucault. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Halliday, MAK dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotika Sosial. Terjemahan Asruddin Barori Tou, dari Language, Contexts, and Texts: Aspect of Language in a Social semiotic Perspective. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ibrahim, Abdul Syukur. 2003a. Bahan Ajar Pragmatik. Program S2 Pendidikan Bahasa Indonesia. Universitas Islam Malang (Tidak Diterbitkan).

Moeleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Piliang, Yasraf Amin.2003. Hipersemiotika (hyper-semiotics). Yogyakarta: Jalasutra.

Rani, Abdul (dkk). 2004. Analisis wacana. Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.

Rivers, William L. 2003. Media Modern  dan Masyarakat Edisi Kedua. Terjemahan Haris Munandar dan Dudy Priatna, dari Mass Media and Modern Society 2nd Edition, William L. Rivers. Jakarta: Prenada Media.

Santoso, Riyadi. 2003. Semiotika Sosial. Surabaya: Pustaka Eureka dan JP Press.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni, dari Pragmatic, George Yule. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.






  




KEBERADAAN SASTRA ‘HANYA’ UNTUK MENDUKUNG
MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KURIKULUM 2013
(Sebuah Telaah Materi Teks Cerita Pendek dalam
Buku Bahasa Indonesia, Ekspresi Diri dan Akademik untuk
Kelas XI SMA, Semester 1)

 Elfi Mariatul Mahmuda
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Lumajang, email ningelfi@gmail.com


ABSTRAK

Sejak Kurikulum 2013 diberlakukan pembelajaran bahasa Indonesia menerapkan pendekatan saintifik. Di samping itu bahasa Indonesia pun diajarkan dengan  berbasis teks. Pada jenjang SMA ada tiga teks bermateri sastra dari 15 yang di ajarkan, yaitu cerita pendek, teks pantun, dan teks cerita fiksi dalam novel.  Ketiga teks sastra itu dipelajari berdasarkan struktur teks dan kaidah kebahasaannya. Dengan demikian tidak ada lagi pembelajaran khusus sastra karena materi ini menjadi bagian mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ini berarti teks-teks sastra itu ditujukan  untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa bukan terhadap sastra. Bahasa sastra dengan nonsastra memiliki perbedaan sehingga dalam pembelajarannya pun akan memiliki strategi yang berbeda pula. Ini sebuah fenomena yang menarik karena dalam Kurikulum 2013 semua mata pelajaran menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajarannya. Dengan pendekatan kualitatif peneliti mengkaji bagaimana bahan pembelajaran sastra khususnya teks cerita pendek dijabarkan dalam buku berbasis Kurikulum 2013 diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, berjudul Bahasa Indonesia, Ekspresi Diri dan Akademik untuk SMA, Kelas XI Semester 1. Dengan menelaah materi teks sastra pada buku ini, akan diperoleh alternatif pembelajaran sastra khususnya teks cerita pendek di SMA.


Kata kunci:  kurikulum 2013, pendekatan saintifik, pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, sastra, cerpen

            
             
          


Sabtu, 27 Desember 2014

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS XII SMA NEGERI PRONOJIWO TAHUN 2008/2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Bagi siswa SD, SMP, dan SMA bahasa Indonesia selain dipelajari secara teoritis dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga sebagai alat komunikasi sebagai penerapannya. Dengan demikian, sekolah sebagai lingkungan pendidikan diharapkan menjadi tempat pembinaan dan pemeliharaan bahasa Indonesia.
Siswa-siswa sekolah di Indonesia umumnya dwibahasawan. Bahasa pertama (B1) mereka adalah bahasa ibu yaitu bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) adalah bahasa Indonesia. Akibat pemakaian dua bahasa dalam praktik sehari-hari inilah maka muncul interferensi dalam  bahasa yang  mereka pakai. Wujud interferensi itu adalah adanya pengaruh sistem B1 di dalam penggunaan B2 atau sebaliknya adanya pengaruh sistem  B2 di dalam penggunaan B1 (Bloomfield dalam Tarigan:1990).
Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap tataran bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Keadaan ini berakibat bagi guru, yaitu adanya kesulitan dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai B2. Sedangkan bagi siswa adalah ia akan merasa sulit menerima dan memahami mata pelajaran lain karena ia tidak terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, terasa perlu adanya penelitian terhadap pemakaian bahasa Indonesia siswa di sekolah.
Adanya kesalahan pemakaian bahasa yang diuraikan di atas terjumpai di SMA Negeri Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Siswa-siswa SMA Negeri Pronojiwo berbahasa ibu (B1) bahasa Jawa sehingga bahasa Indonesia menjadi B2 mereka. Sebagai pembelajar B2, siswa SMA Negeri Pronojiwo banyak melakukan kesalahan berbahasa. Sangatlah menarik bagi peneliti untuk lebih mengenali kesalahan berbahasa itu, apa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan berbahasa dan bagaimana solusi permasalahannya menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap masalah yang muncul saat peneliti mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XII IPA tahun ajaran 2008/2009, yaitu peneliti menemukan banyaknya kesalahan bahasa tulis dalam karangan siswa. Melihat hal ini peneliti ingin mendeskripsikan kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis yang dilakukan oleh siswa kelas XII IPA. Dengan metode analisis kesalahan pemakaian bahasa diharapkan dapat ditemukan penyebab terjadinya kesalahan itu sehingga dapat ditemukan solusi untuk mengatasi terjadinya kesalahan-kesalahan itu. Akhirnya, penelitian ini dilakukan dengan judul “Penerapan Metode Analisis Kesalahan Berbahasa untuk Mengetahui Kesalahan Berbahasa Indonesia Tulis pada Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri Pronojiwo Tahun Ajaran 2008/2009”.

1.2 Ruang Lingkup Penelitian
            Masalah analisis kesalahan pemakaian bahasa siswa dalam penelitian ini mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu seluruh pemakaian bahasa Indonesia secara lisan dan tulis dari berbagai tataran gramatikalnya. Tetapi, dari seluruh pemakaian bahasa itu penelitian ini hanya akan difokuskan pada analisis kesalahan pemakaian bahasa Indonesia tulis siswa, yaitu (1) bentuk kesalahan ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan (3) bentuk kesalahan paragraf.

1.3 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ini.
(1)   Bagaimanakah bentuk kesalahan ejaan dalam karangan siswa?
(2)   Bagaimanakah bentuk kesalahan kalimat dalam karangan siswa?
(3)   Bagaimanakah bentuk kesalahan paragraf dalam karangan siswa?

1.4 Tujuan Penelitian
            Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan pemakaian bahasa dalam karangan siswa yang meliputi: (1) bentuk kesalahan ejaan, (2) bentuk kesalahan kalimat, dan (3) bentuk kesalahan paragraf.

1.5 Manfaat Penelitian
            Hasil penelitian ini secara teoritis akan memberikan data empirik kesalahan berbahasa Indonesia tulis siswa sehingga guru menjadi memahami kesulitan siswa dalam belajar bahasa Indonesia. Dengan demikian, guru pun dapat mencari solusi  kesulitan belajar siswa. Secara praktis, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pengembangan metode dan strategi dalam kegiatan belajar mengajar guru dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga hasil pembelajaran bisa lebih maksimal lagi.
1.6 Definisi Operasional
            Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman konsep, perlu diberikan definisi operasional pada istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut ini.
(1)   Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan guru untuk menganalisis kesalahan bahasa yang mencakup pengumpulan sampel bahasa, pengenalan kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasian berdasarkan sebab-sebab, dan pengevaluasian keseriusannya.
(2)   Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa yang sistematis dan konsisten yang disebabkan adanya pengaruh B1 terhadap sistem B2 yang terjadi pada diri siswa.
(3)   Pemakaian bahasa Indonesia adalah pemakaian bahasa Indonesia tulis pada karangan siswa.
(4)   Interferensi adalah penerapan penggunaan dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan kekacauan bahasa.
(5)   Dwibahasawan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna pada seseorang.
(6)   Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan interelasi antara lambang-lambang itu (pemisahan, penggabungannya) dalam suatu bahasa.
(7)   Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mewakili secara tepat isi pikiran penulis atau pengarang dan mampu menimbulkan kembali gagasan atau isi pikiran pembaca yang sama dengan isi pikiran pengarang.
(8)   Kohesi dan koherensi adalah penataan pikiran dalam wujud kata dan kalimat yang tepat dan baik sehingga terjadi kepaduan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dan penyajiannya dilakukan secara bersistem dan bernalar.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kedwibahasaan dan Interferensi
            Saat berkomunikasi antarsuku masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia tetapi bila berkomunikasi di dalam lingkungan keluarga atau suku, mereka menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan sebagainya. Ini berarti masyarakat Indonesia menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi atau dwibahasawan. Disebabkan pemakaian dua bahasa inilah muncul adanya kedwibahasaan dan interferensi. Menurut Bloomfield (dalam Tarigan, 1990), kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa secara sempurna. Interferensi adalah penerapan penggunaan dua bahasa secara bergantian sehingga menimbulkan kekacauan bahasa. Dengan demikian, interferensi merupakan akibat negatif dari dwibahasawan.

2.2 Kesalahan Berbahasa
            Di dalam teori kesalahan berbahasa baik penutur asli maupun orang yang sedang belajar B2 dapat membuat kesalahan berbahasa. Tetapi, kedua kesalahan yang dilakukan dua penutur itu tidak sama sifat dan penyebabnya. Corder (dalam Tarigan, 1990) membedakan kesalahan berbahasa yang dibuat oleh penutur asli dan orang yang sedang belajar bahasa. Menurutnya ada  tiga macam kesalahan berbahasa yang dibuat oleh penutur asli, yaitu (1) lapse adalah kesalahan yang timbul karena pembicara berganti cara saat mengatakan sesuatu sebelum kalimat selesai diucapkan selengkapnya. Kesalahan ini terjadi karena tidak disengaja (slip of tongue atau slip of the pen); (2) error (kesalahan), kesalahan yang timbul karena pembicara melanggar aturan tatabahasa. Pelanggaran ini disebabkan pembicara kemungkinan memiliki aturan tatabahasa yang berbeda dari yang lain; dan (3) mistake (kekeliruan), kesalahan yang terjadi karena pembicara tidak tepat memilih kata atau ungkapan untuk situasi tertentu. Seorang penutur asli membuat kesalahan berbahasa karena ia berpendapat bahwa aturan tatabahasanya sudah benar. Tetapi, seorang pembelajar B2 membuat kesalahan karena pengetahuannya tentang bahasa itu belum sempurna.
           
2.3 Analisis Kesalahan Berbahasa
            Menurut Ellis (dalam Tarigan, 1990:190), Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti atau guru dalam menganalisis pemakaian bahasa pembelajar B2. Berkaitan dengan pendapat Ellis tersebut Tarigan (1990:71) menjelaskan, Analisis Kesalahan Berbahasa merupakan proses yang memiliki prosedur sebagai pedoman kerja. Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
(1)   mengumpulkan data: berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa, misalnya karangan, kertas ujian, ujaran, dan sebagainya;
(2)   mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan: mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan misalnya: kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata, penyusunan kalimat;
(3)   memperingkat kesalahan: mengurutkan kesalahan berdasar frekuensi atau keseringannya;
(4)   menjelaskan kesalahan: menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar;
(5)   memprakirakan atau memprediksi daerah atau butir kesalahan yang rawan: meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan.
(6)   Mengoreksi kesalahan: memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang tepat pula.

2.4 Kaidah Ejaan
            Bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusiawi dan tidak distingtif, dengan pertolongan sistem lambang-lambang bunyi yang diciptakan dengan sengaja (Edwar Sapir dalam Marsoedi, tanpa tahun:16). Dalam pengertian sehari-hari bahasa yang dimaksud adalah bahasa lisan sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan tersebut dalam bentuk simbol-simbol (Keraf, 1984:12). Tatacara menulis bahasa lisan dalam bahasa Indonesia dalam huruf Latin di sebut dengan ejaan (Depdikbud, 1988:15). Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan ialah tatacara penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1972 mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) sebagai pedoman resmi ejaan bahasa Indonesia.


2.5 Kalimat Efektif
            Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau gagasan pengarang dan mampu menimbulkan kembali gagasan atau pikiran itu dalam pikiran pembaca dengan tepat pula. Dalam menyusun kalimat efektif seorang penulis harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika (Keraf, 1984:35-37).

2.6 Keutuhan Paragraf dalam Wacana
            Menurut Tarigan (1987:27), wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, berkesinambungan yang memiliki awal dan akhir yang nyata disampaikan secara tertulis. Lebih lanjut dijelaskan (Tarigan, 1987: 97-110), kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi) merupakan unsur hakiki wacana, unsur yang menentukan keutuhan wacana.
            Keutuhan sebuah wacana akan terlihat dari paragraf-paragraf penyusunnya. Dengan  mengetahui hubungan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf akan menunjukkan utuh atau tidaknya sebuah wacana. Paragraf yang kohesi dan koheren akan menjadikan sebuah wacana utuh.

2.6.1 Kohesi
            Kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah paragraf, baik dalam strata gramatikal maupun leksikal. Sarana kohesi gramatikal adalah: pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Sarana kohesi leksikal adalah: repetisi, sinonim, antonim, hiponim, kolokasi, ekuivalensi.

2.6.2 Koherensi
            Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi urutan logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Keutuhan paragraf dalam wacana dari aspek semantik dapat menggunakan sarana: (1) hubungan sebab-akibat, (2) hubungan alasan-sebab, (3) hubungan sarana-hasil, (4) hubungan sarana tujuan, (5) hubungan sarana-latar, (6) hubungan hasil-kegagalan, (7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan perbandingan, (9) hubungan parafrastis, (10) hubungan aplikatif, (11) hubungan aditif temporal, (12) hubungan nontemporal, (13) hubungan identitas, (14) hubungan generik-spesifik, dan (15) hubungan ibarat. Ditambahkan pula dalam sarana itu kelogisan turut juga menentukan utuh tidaknya suatu paragraf. Kelogisan bentuk dan kelogisan makna yang runtut pada suatu paragraf akan membuat wacana utuh. Kelogisan makna menuntut kecermatan dalam pemakaian bahasa.